“Anakku…
Kau lahir dari rahimku, namun jika kau tak mau menuruti permintaanku,
pergilah dan jangan pernah temui aku
lagi!!!” Teriak Sang Ibu dengan penuh amarah bercampur kesedihan. Namun pemuda gagah itu tetap teguh pada
pendiriannya untuk hijrah bersama kekasihnya tercinta, Rasulullah Saw. Meskipun
ia harus meninggalkan kesenangan dan segala kasih sayang yang ia peroleh dari kedua orang tuanya, namun hal
itu tidak mampu mengurungkan niatnya untuk meraih syurga yang dapat
menggantikan kesenangan apapun di dunia. Ialah Mush’ab Bin Umair, yang
kecintaannya kepada Allah dan Rasulullah mampu melebihi kecintaannya kepada
apapun.
Berawal ketika khabar sang mentari dunia tersebar luas di kota Mekah membawa agama
Ibrahim yang murni. Mush’ab yang cerdas tak mau tinggal diam mendengar
berita ini, ia segera bangkit dari
peristirahatan mewah yang disediakan orang tuanya dan mencari kebenaran rumor
yang menyebar dikalangan penduduk Quraisy. Diantara berita yang didengarnya ialah
bahwa Rasulullah beserta para sahabat biasa mengadakan pertemuan di bukit
Shafa, tepatnya dirumah Arqam Bin Abil Arqam.
Kerinduannya
semakin menggebu, tekadnya untuk menemui kekasih Allah itu semakin kuat
meskipun ia belum mengenal sosok mulia yang dirindunya. Bergegas ia mendatangi
tempat yang diberkahi Allah itu dengan semangat yang membara. Tibalah ia dan
duduk berdampingan dengan Ahlul Jannah yang
telah menyerahkan jiwa dan raga nya hanya untuk Allah. Lantunan ayat Al-qur’an
perlahan menyentuh Qalbunya, senyum bahagia tergambar di raut wajah yang tampan
itu. Rasulullah perlahan mengurut dadanya, hingga ia hanya merasa damai, tenang
dan haru. Kini, Mush’ab Bin Umair menjadi salah satu prajurit Allah yang akan
membela Agama Allah hingga tetes darah penghabisan.
Ditengah
damainya hati Mush’ab tersentuh Islam, Khunas Binti Malik, Ibunda Mush’ab murka ketika mendengar kabar dari Usman Bin
Thalhah bahwa putra kesayangannya itu telah berpindah agama dan tidak menyembah
berhala lagi. Hatinya hancur berkeping-keping. Bergegas ia menemui putra
kesayangannya yang kini menyakiti hatinya. Ditanyakan kepada Mush’ab tentang
berita keislamannya, dan mush’ab mengangguk mengiyakan. Berdirilah Mush’ab
dihadapan ibunya dan membacakan Ayat Al-qur’an yang telah diajarkan Rasulullah
kepadanya. Sontak amarah sang Ibu membuncah, tamparan keras dilayangkan kepada
putra yang dimanjanya sedari kecil itu. Namun, tangan wanita itu terkulai lemas
tak sanggup menampar buah hatinya. “Mush’ab anakku…” pekiknya tak bersuara.
Amarahnya tak mampu melunturkan rasa keibuannya. Meskipun demikian, keimanan
Khunnas kepada berhala-berhala itu tak sedikitpun goyah. Mush’ab dibawa ke
sebuah ruangan terpencil di rumahnya dan dipenjarakan dalam beberapa waktu.
Dalam
tekanan yang dahsyat dari ibunya, Mush’ab tetap tabah dan berusaha mencari
informasi mengenai Rasulullah. Akhirnya ia ketahui bahwa Rasulullah dan para
sahabat hendak berhijrah ke Habsyi untuk menghindari siksaan dari kaum kafir
quraisy. Ia pun berusaha sekuat tenaga agar dapat turut serta dalam barisan
mu’minin itu. Segala cara ia lakukan hingga akhirnya dapat meloloskan diri dari
hukuman yang sedang ia jalani. Dan iapun ikut hijrah ke Habsyi bersama Rasulullah
dan tinggal disana bersama kaum Muhajirin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar