Social Icons

Pages

13 Januari 2013

Catatan Kecil


Memandangi foto terakhirku di Islamic Boarding School yang setara dengan SMA-ku dulu, membuatku teringat kembali bagaimana aku melalui hari di tempat itu selama tiga tahun. Tiga tahun lamanya aku berada di penjara suci itu, melewati berbagai suka dan duka dengan kesabaran dan tangisan. Meskipun pada awalnya dipaksa Ayah Bunda, namun sampailah aku dipenghujung waktu, yang berarti aku telah berhasil menyelesaikan pendidikanku di sekolah tingkat menengah atas.
Selalu tergambar raut wajah Ayah dan Bunda yang Nampak sedih saat melepas kepergianku dulu. Betapa tidak, aku yang berbadan kurus, susah makan dan belum bisa merawat diri dengan baik, ditinggalkan disebuah pesantren yang tak satupun orang kukenal. Inilah pendidikan yang Ayah tanamkan kepada kami, anak-anaknya. Selepas menyelesaikan pendidikan menengah pertama, Ayah mewajibkan kami untuk melanjutkan sekolah ke Pondok Pesantren.
Ketika teman-temanku diterima diberbagai sekolah favorit, aku hanya tertunduk iri karena tak dapat menjadi bagian dari mereka. Aku hanya tertunduk dan berusaha melapangkan hati dan meyakinkan diri bahwa aku akan berhijrah ke tempat yang lebih baik dari mereka. Ke tempat orang-orang istimewa karena hanya sedikit orang memilihnya, ke tempat yang banyak orang menjulukinya sebagai tempat pembuangan anak-anak nakal. Air mata pun menetes…
“Abah, Ibu, ‘Afi nakal ya? Sampai-sampai Abah mendaftarkan ‘Afi ke pesantren?  ‘Afi ga mau sekolah di Pesantren, ‘Afi pengen masuk SMA favorit!” ucapku berusaha mengajukan pembelaan. Namun dengan raut wajahnya yang teduh dan kata-katanya yang lembut, Abah mematahkan argumenku “Afiyah… Abah hanya ingin ‘Afi belajar sungguh-sungguh, Abah hanya ingin ‘Afi ibadah dengan baik, Abah hanya ingin ‘Afi jadi anak solehah. Apa Abah salah? Abah tidak mau ‘Afi hanya jadi wanita biasa, Abah pengen ‘Afi jadi wanita istimewa. Abah tidak mau ‘Afi sekolah hanya karena gengsi. Abah ingin ‘Afi menuntut ilmu karena Allah. Tenangkan dirimu lalu istikhorohlah, Allah maha tahu yang terbaik untuk ‘Afi”. Akupun menghapus linangan air mata.
Ayahku selalu begitu, tak pernah memarahiku. Selalu menasehati dengan lembut dan membuat aku berfikir lebih dewasa. Hari ini, aku rindu Abahku pahlawanku, yang selalu menghapus air mataku dan membuatku tegar. Abah… maafkan Fifi yang s’lalu mengecewakanmu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Instrumen

LEAF

,
 
Blogger Templates