Aku ingin seperti Asma’ binti Abu Bakar yang berhasil mengobarkan
semangat Abdullah bin Zubair (anaknya) yang dengan menakjubkan sanggup bertahan
dari gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi, kokoh mempertahankan keimanan dan
kemuliaan tanpa mau tunduk kepada kezaliman. Hingga syahid menjemputnya.
Namanya abadi dalam sejarah dan kata-kata Asma’ “Isy kariman au mut syahiidan!
(Hiduplah mulia, atau mati syahid!),”…. abadi hingga kini.
Jika suatu saat aku jadi ibu……
Aku ingin seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan
kepercayaan diri dan mengembangkan potensi sang anaknya yang kala itu masih
remaja. Usianya baru 13 tahun ketika ia datang membawa pedang yang panjangnya
melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar. Rasulullah yang tak mengabulkan
keinginannya, membuat sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada
Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain ketika ia kembali
kepada ibunya dengan hati sedih.
Dan tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya,
kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia
terkenal sebagai sekretaris wahyu. Karena ibu, namanya akrab di telinga kita
hingga kini…………… Zaid bin Tsabit.
Jika suatu saat aku jadi ibu……..
Aku ingin seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya
yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah. Keteladanan dan
kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah,
gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan
imam Madzhab. Ia tidak lain adalah…………Imam Ahmad.
Jika suatu saat aku jadi ibu…..
Aku ingin menjadi ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu
Habibah. Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya. Ketika sang anak
berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan
anaknya:
“Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan
meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu. Aku rela
melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku
bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya,
panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang
penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”.
Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh
menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya, tapi kita
pasti mengenal nama besarnya……….Imam Syafi’i.
Jika suatu saat aku jadi ibu……
Aku ingin menjadi ibu yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita.
Seperti ibunya Abdurrahman. Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada
anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati
anaknya untuk mencapai cita-cita itu.
“Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, besok kamu
adalah Imam Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak. “Wahai Abdurrahman,
sungguh-sungguhlah, besok kamu adalah imam masjidil haram…”
Sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan. Hingga akhirnya Abdurrahman
benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita
pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi
ulama, anak itu terkenal dengan nama………. Abdurrahman As-Sudais.
Inspiring : akhwatmuslimah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar