Ibu menjodohkan aku dengan anak teman karibnya, Raihana namanya. Dia
dua tahun lebih tua dariku tapi mukanya yang baby face terlihat enam
tahun lebih muda. Selain itu, dia juga lulusan terbaik di kampusnya dan
hafal Alquran. Entah kenapa, aku tidak bisa mencintainya. Demi ibu, aku
menuruti keinginannya untuk menikah dengan Raihana. Hari pernikahan itu
tiba, aku duduk di pelaminan bagai mayat hidup dengan hati hampa dan
tanpa cinta. Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah
kontrakan di pinggir kota Malang. Tetapi, bibit-bibit cintaku tak juga
tumbuh.
Kelihatannya
tidak hanya aku yang merasakan hal ini, Raihana juga. Hari terus
berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. Dan sudah satu bulan lebih
aku tidak tidur sekamar lagi dengannya. Setelah satu tahun, Raihana
hamil. Saat usia kehamilannya memasuki bulan keenam, Raihana meminta
ijin untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dengan alasan kesehatan.
Dia juga memintaku mencairkan tabungannya untuk menambah biaya
persalinan.
Perjalanan
hidup pak Agung dan pak Qalyubi menyadarkan diriku. Aku teringat
Raihana dan ingin berjumpa dengannya. Aku ke kontrakan untuk mengambil
ATM Raihana dan menemukan puluhan kertas merah jambu. Ternyata itu
adalah surat-surat ungkapan batin Raihana yang selama ini aku zhalimi.
Tak terasa air mataku mengalir, dadaku sesak oleh rasa haru yang luar
biasa dan tangisku meledak. Cinta itu datang dalam keharuanku. Seketika
itu, pesona Cleopatra memudar berganti cahaya cinta Raihana yang terang
di hati. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku pada Raihana. Tetapi
ibu mertuaku justru bilang kalau Raihana telah meninggal satu minggu
yang lalu karena terjatuh di kamar mandi. Dia dan bayinya tidak selamat
meskipun sudah di bawa ke rumah sakit. Aku menangis tersedu-sedu, hatiku
sangat pilu dan jiwaku remuk. Ketika aku sedang merasakan cinta yang
membara pada Raihana, ia telah tiada.
“Orang yahudi mengawinkan anaknya dengan seseorang karena harta. Orang
nasrani mengawinkan karena keindahan. Dan orang arab mengawinkan karena
nasab dan keturunan. Sedangkan orang muslim mengawinkan anaknya karena
melihat iman dan takwa. Anda tinggal memilih, masuk golongan manakah
anda? “
-dikutip dari karya Habiburrahman
El-Shirazy-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar