Social Icons

Pages

8 Desember 2012

Yang Selalu Kurindu...


          Aku adalah anak ketiga yang lahir dari ayah bernama Satibi Yahya dan Ibu bernama Dedeh. Kedua kakakku perempuan, kakak yang pertama bernama Sri Ratu Inayah, lahir pada tanggal 23 Maret 1987, dan kakak kedua bernama Ade Sri Ratu Mahmudah yang lahir 2 tahun sebelumku tepatnya tanggal 19 Juli 1991. Abah  –begitu aku memanggil ayahku- sangat mendambakan sosok anak laki-laki, tak heran jika beliau selalu mempersiapkan nama anak laki-laki ketika ibu hamil. Begitu pula ketika aku berada di rahim ibu.
          Meskipun aku terkesan anak yang tidak diharapkan, namun abah tetap mempersiapkan nama untukku. "Ibnu Yazid Al-umami" nama yang terdengar sangat gagah jika dijadikan nama untuk anak laki-laki dambaan abah. Namun, aku terlahir dengan jenis kelamin perempuan, sehingga nama yang sudah direncanakanpun Abah urungkan.
          Usiaku dan kakak keduaku sangat dekat, tak heran kerap kali orang bilang aku dan Teh Ade -begitu aku memanggilnya- adalah anak kembar karena wajah kami yang memang sedikit mirip dan baju yang kami kenakan selalu sama. Semua yang teteh miliki akupun harus memilikinya, fikirku saat itu. Egois mungkin, namun entahlah, akupun belum dapat mengerti makna berbagi.
          Sejak kecil, Teh Ade selalu mengalah untukku. Mulai dari ASI, kasih sayang Ibu, dan semua yang seharusnya menjadi haknya rela ia berikan untukku. Hingga saat ini Teh Ade masih sering mengalah untukku, mulai dari pakaian, jilbab, sepatu, atau apapun barang miliknya yang kerap kali aku inginkan. Namun ia tak pernah marah, dengan ikhlas ia memberikannya untukku. Sungguh, Teh Ade adalah Akhwat berhati lembut yang tak mudah ditemui saat ini.
          "Ning umah Mang Dodo ana Tubulan..." atau "Ibu... genahi Fifi Tolabi..." Kata-kata ini membuat abah dan ibu tak henti tertawa ketika menceritakan masa kecilku. Uh... sungguh malu nya aku. Ibu bilang, aku tak dapat menyebut dengan jelas huruf K dan huruf R, sehingga menyebut kuburan dengan sebutan tubulan dan menyebut kelambi yang artinya baju dengan sebutan tolabi.
DSC04762.JPGAbah yang sering kewalahan menjagaku bercerita, Fifi itu banyak nanya, banyak gerak, dan banyak tingkahnya. Kalau saja waktu itu sudah punya kamera digital, mungkin kamera nya bakalan penuh sama foto & video fifi. Kadang fifi suka nyanyi-nyanyi diatas kasur sambil memegang sisir (dikira microfon kaliya...), main masak-masakan diteras rumah sambil ngomong sendirian, bahkan suka bikin nangis Teh Ade juga. Wah, wah, wah... Anarkis sedari kecil. Hhhee...
          Abah dan Ibu mengajariku membaca Al-qur'an, mengeja alif ba ta sejak aku berusia 4 tahun. Beliau sungguh sangat perhatian perihal agama, aku dan kedua kakakku pun mulai belajar berjilbab ketika usia kelas 1 SD. Seringkali aku dibilang botak oleh teman-teman karena hanya aku yang berjilbab dikelas. Namun ibu selalu mengusap lembut kepalaku saat aku menangis seraya berkata "Wanita itu cantik, karena Allah sayang pada kita, makanya Allah mewajibkan kita memakai jilbab, agar kecantikan kita tetap terjaga". Air mata pun terseka.
          Tak banyak yang kuingat tentang masa kecilku, hanya seonggok kenangan manis bersama keluarga dan teman-teman kecil tercinta. Abah Ibu selalu menuruti semua yang aku minta, tapi selalu ada syaratnya. Seperti, harus shalat subuh ketika aku mengajukan proposal ingin tas baru (karena aku susah bangun subuh kali ya. He...) atau harus mandi sore terlebih dahulu kalau aku ingin dibelikan ice cream (He... ini juga karena aku malas mandi sore. Sssttt... jangan kasih tau siapa-siapa ya!
          Permainan yang paling aku sukai adalah masak-masakan. Tak sedikit tanaman abah yang kupotong-potong karena kuibaratkan sayur, dan tanah di halaman rumah yang ku keruk karena kuibaratkan nasi. Mungkin terdengar aneh, namun itulah anak-anak, penuh imajinasi. Ibu pernah melarang aku bermain masak-masakan lagi karena baju yang aku pakai kerapkali kotor, seketika aku murung dan hendak meneteskan air mata. Namun Abah datang bak sunrise di ufuk timur. Dengan lembut Abah menggendongku dan mengajakku ke halaman belakang rumah seraya berkata "Abah punya hadiah buat Fifi". Wajahku yang mendung seketika cerah kembali melihat sebuah hadiah yang diberikan abah. Kompor minyak tanah kecil yang dibuat dari kaleng susu khas buatan Abah. "Hore... Sekarang Fifi bisa masak beneran, bukan masak-masakan lagi!!!" Teriakku sambil melompat dari gendongan ayah.
Abahku sang penghapus air mataku... I love U Abah... ^_^
          Abah sosok yang selalu mengajarkan tegar, Abah tak mau melihatku menangis apalagi sampai pundung tak karuan. Beliau selalu mengajarkanku untuk menjadi akhwat tangguh yang tak gampang menangis dan putus asa.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Instrumen

LEAF

,
 
Blogger Templates