Aku adalah anak ketiga yang lahir dari
ayah bernama Satibi Yahya dan Ibu bernama Dedeh. Kedua kakakku perempuan, kakak
yang pertama bernama Sri Ratu Inayah, lahir pada tanggal 23 Maret 1987, dan
kakak kedua bernama Ade Sri Ratu Mahmudah yang lahir 2 tahun sebelumku tepatnya
tanggal 19 Juli 1991. Abah –begitu aku memanggil ayahku- sangat
mendambakan sosok anak laki-laki, tak heran jika beliau selalu mempersiapkan nama
anak laki-laki ketika ibu hamil. Begitu pula ketika aku berada di rahim ibu.
Meskipun aku terkesan anak yang tidak
diharapkan, namun abah tetap mempersiapkan nama untukku. "Ibnu Yazid
Al-umami" nama yang terdengar sangat gagah jika dijadikan nama untuk anak
laki-laki dambaan abah. Namun, aku terlahir dengan jenis kelamin perempuan,
sehingga nama yang sudah direncanakanpun Abah urungkan.
Usiaku dan kakak keduaku sangat dekat,
tak heran kerap kali orang bilang aku dan Teh Ade -begitu aku memanggilnya- adalah
anak kembar karena wajah kami yang memang sedikit mirip dan baju yang kami
kenakan selalu sama. Semua yang teteh miliki akupun harus memilikinya, fikirku
saat itu. Egois mungkin, namun entahlah, akupun belum dapat mengerti makna
berbagi.
Sejak kecil, Teh Ade selalu mengalah
untukku. Mulai dari ASI, kasih sayang Ibu, dan semua yang seharusnya menjadi
haknya rela ia berikan untukku. Hingga saat ini Teh Ade masih sering mengalah
untukku, mulai dari pakaian, jilbab, sepatu, atau apapun barang miliknya yang
kerap kali aku inginkan. Namun ia tak pernah marah, dengan ikhlas ia
memberikannya untukku. Sungguh, Teh Ade adalah Akhwat berhati lembut yang tak
mudah ditemui saat ini.
"Ning umah Mang Dodo ana
Tubulan..." atau "Ibu... genahi Fifi Tolabi..." Kata-kata ini
membuat abah dan ibu tak henti tertawa ketika menceritakan masa kecilku. Uh...
sungguh malu nya aku. Ibu bilang, aku tak dapat menyebut dengan jelas huruf K
dan huruf R, sehingga menyebut kuburan dengan sebutan tubulan dan
menyebut kelambi yang artinya baju dengan sebutan tolabi.
Abah yang sering kewalahan menjagaku
bercerita, Fifi itu banyak nanya, banyak gerak, dan banyak tingkahnya. Kalau
saja waktu itu sudah punya kamera digital, mungkin kamera nya bakalan penuh
sama foto & video fifi. Kadang fifi suka nyanyi-nyanyi diatas kasur sambil
memegang sisir (dikira microfon kaliya...), main masak-masakan diteras rumah
sambil ngomong sendirian, bahkan suka bikin nangis Teh Ade juga. Wah, wah,
wah... Anarkis sedari kecil. Hhhee...
Abah dan Ibu mengajariku membaca
Al-qur'an, mengeja alif ba ta sejak aku berusia 4 tahun. Beliau sungguh sangat
perhatian perihal agama, aku dan kedua kakakku pun mulai belajar berjilbab
ketika usia kelas 1 SD. Seringkali aku dibilang botak oleh teman-teman karena
hanya aku yang berjilbab dikelas. Namun ibu selalu mengusap lembut kepalaku
saat aku menangis seraya berkata "Wanita itu cantik, karena Allah sayang
pada kita, makanya Allah mewajibkan kita memakai jilbab, agar kecantikan kita
tetap terjaga". Air mata pun terseka.
Tak banyak yang kuingat tentang masa
kecilku, hanya seonggok kenangan manis bersama keluarga dan teman-teman kecil
tercinta. Abah Ibu selalu menuruti semua yang aku minta, tapi selalu ada
syaratnya. Seperti, harus shalat subuh ketika aku mengajukan proposal ingin tas
baru (karena aku susah bangun subuh kali ya. He...) atau harus mandi sore
terlebih dahulu kalau aku ingin dibelikan ice cream (He... ini juga karena aku
malas mandi sore. Sssttt... jangan kasih tau siapa-siapa ya!
Permainan yang paling aku sukai adalah
masak-masakan. Tak sedikit tanaman abah yang kupotong-potong karena kuibaratkan
sayur, dan tanah di halaman rumah yang ku keruk karena kuibaratkan nasi.
Mungkin terdengar aneh, namun itulah anak-anak, penuh imajinasi. Ibu pernah
melarang aku bermain masak-masakan lagi karena baju yang aku pakai kerapkali
kotor, seketika aku murung dan hendak meneteskan air mata. Namun Abah datang
bak sunrise di ufuk timur. Dengan lembut Abah menggendongku dan
mengajakku ke halaman belakang rumah seraya berkata "Abah punya hadiah
buat Fifi". Wajahku yang mendung seketika cerah kembali melihat sebuah
hadiah yang diberikan abah. Kompor minyak tanah kecil yang dibuat dari kaleng
susu khas buatan Abah. "Hore... Sekarang Fifi bisa masak beneran, bukan
masak-masakan lagi!!!" Teriakku sambil melompat dari gendongan ayah.
Abahku sang penghapus
air mataku... I love U Abah... ^_^
Abah sosok yang selalu mengajarkan
tegar, Abah tak mau melihatku menangis apalagi sampai pundung tak karuan.
Beliau selalu mengajarkanku untuk menjadi akhwat tangguh yang tak gampang
menangis dan putus asa.