Menjelang pemilu mulai banyak yang menyebarkan ide untuk menjadi golput
atau secara terbuka menyatakan diri akan golput. Golput atau golongan
putih dikenal sebagai sebutan untuk warga negara yang sengaja menolak
memilih dalam pemilu, sekalipun mempunyai hak pilih.
Ada yang menggelitik saya ketika mendengar lagi kata golput terutama mengacu pada singkatannya. Jika mereka yang menolak menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum disebut golongan putih, apakah berarti mereka yang me - milih dalam pemilihan umum kemudian menjadi golongan hitam? Bukankah putih sering dianggap sebagai kebalikan hitam? Bukankah putih selalu identik dengan kesucian, kebaikan, dan kebenaran? Lalu mengapa yang tidak memilih malah dianggap kelompok putih? Kalau mau tetap menggunakan warna, menurut saya, putih bukan warna yang tepat.
Saya pribadi selalu berusaha untuk memilih dalam pemilihan umum yang merupakan bentuk partisipasi minimal bagi warga negara dalam perubahan negeri. Jika setiap pemilih disebut sebagai golongan hitam, saya keberatan. Kadang terpikir, mengapa tidak kita sebut saja mereka yang tidak memilih dengan golongan hitam? Beri singkatan baru, golhit atau goltam. Tapi kalau kategori warna tidak cocok, ada beberapa usulan.
Pertama golmal atau golas kepen- dekan dari golongan malas karena orang yang memilih untuk tidak memilih dalam pemilu sebenarnya malas. Bukan malas datang ke tempat pemilihan umum (TPU), tapi malas untuk melu- angkan waktu mencari tahu siapa di antara semua kandidat yang ada yang bisa benar-benar atau lebih baik dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Mereka mengambil langkah mudah menyamaratakan semua kandidat tak layak.
Ada yang menggelitik saya ketika mendengar lagi kata golput terutama mengacu pada singkatannya. Jika mereka yang menolak menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum disebut golongan putih, apakah berarti mereka yang me - milih dalam pemilihan umum kemudian menjadi golongan hitam? Bukankah putih sering dianggap sebagai kebalikan hitam? Bukankah putih selalu identik dengan kesucian, kebaikan, dan kebenaran? Lalu mengapa yang tidak memilih malah dianggap kelompok putih? Kalau mau tetap menggunakan warna, menurut saya, putih bukan warna yang tepat.
Saya pribadi selalu berusaha untuk memilih dalam pemilihan umum yang merupakan bentuk partisipasi minimal bagi warga negara dalam perubahan negeri. Jika setiap pemilih disebut sebagai golongan hitam, saya keberatan. Kadang terpikir, mengapa tidak kita sebut saja mereka yang tidak memilih dengan golongan hitam? Beri singkatan baru, golhit atau goltam. Tapi kalau kategori warna tidak cocok, ada beberapa usulan.
Pertama golmal atau golas kepen- dekan dari golongan malas karena orang yang memilih untuk tidak memilih dalam pemilu sebenarnya malas. Bukan malas datang ke tempat pemilihan umum (TPU), tapi malas untuk melu- angkan waktu mencari tahu siapa di antara semua kandidat yang ada yang bisa benar-benar atau lebih baik dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Mereka mengambil langkah mudah menyamaratakan semua kandidat tak layak.