Social Icons

Pages

23 Maret 2012

Hitam, bagian dari hidupku...

            Aku memanggilmu hitam bukan karena aku tak sayang padamu. Justru karena kau kusayang, aku ingin kau tetap hitam, tak mau putih, merah,  atau warna yang lainnya. Aku ingin tetap engkau, yang akan temani dalam perjuanganku, yang akan tetap menjadi saksi, pahit manisku dalam menuntut ilmu. Aku akan berusaha menjagamu, aku akan berusaha merawatmu dengan sebaik-baiknya perawatan. Jangan tinggalkan aku hitam… seperti Qisthy tinggalkan teh Ade.
            Rabu siang itu aku terkejut dengan pesan singkat yang teh Ade kirim padaku “Vie, kamar teteh ada yang bobol. Qisthy (laptop) teteh hilang. Insya Allah akan segera diganti sama Allah. Vie jangan bilang Abah Ibu dulu ya…”.
Aku yang ketika itu sedang kuliah segera bergegas meninggalkan ruangan dan segera menelfon Teh Ade. Aku tau betapa the ade menyayangi Qisthy, laptop putih yang baru dimilikinya 7 bulan itu ia beri nama Qisthy, yang berarti Istiqomah. Berharap agar Qisthy dapat menemani Teh Ade dalam perjuangannya menjadi muslimah yang istiqomah dalam ketaatan kepada-Nya. Namun sayang, tak lama ia bersamanya, Qisthy harus direnggut paksa oleh tangan manusia durhaka.
Aku bergegas merapikan tas meski perkuliahan masih berlangsung. Aku harus segera ke Bandung saat itu juga. Rasanya aku ingin langsung memeluk Teh Ade yang sudah seperti bagian dari tubuhku, tak rela ia disakiti, tak rela ketika air mata jatuh dipipi. “Teh… Sabar ya, fifi akan segera ke Bandung, teteh jangan nangis lagi” ucapku sedikit parau sebelum menutup percakapan di telfon.
Aku tahu betul sifat kakakku yang satu ini. Ia adalah akhwat berhati lembut yang mudah tersakiti. Jangankan kehilangan Qisthy, bicara dengan nada agak tinggi pun ia akan langsung menundukkan wajah tanda tak setuju dengan percakapan, namun tak kuasa untuk melawan.
Entah mengapa, perjalananku ke Bandung saat itu agak sedikit dipersulit. Ketika aku telah rapi untuk berangkat, kaki ku menabrak pecah gelas kaca yang tergeletak di lantai kamarku. Oh no, untungnya pecahan kaca ini tidak mengenai kakiku. Segera kurapikan, dan tanpa pamit aku segera angkat kaki dari ruangan.
Satu jam lebih aku berdiri ditepi jalan dan bis belum juga datang. “Ya Allah… bantu aku…” aku sudah mulai gusar karena jam ditanganku menunjukkan pukul 14.00.  Namun tak lama setelah itu, bis Bekasi-Bandung datang. Alhamdulillah… hela nafasku lega.
Sepanjang perjalanan, tanganku tak henti berkirim sms dengan kakak pertamaku di Garut, mencoba menyampaikan informasi dengan halus. “Brruukkk!!!” Bis yang aku tunggangi menabrak bagian belakang sedan putih didepannya. Karena lengah, Aku yang saat itu duduk dikursi terdepan tak kuat untuk menahan, akhirnya kepalaku terbentur besi putih yang biasa digunakan untuk pegangan. “Astagfirullah… kepalaku berdarah…” lirihku parau menahan rasa sakit.
Ibu dengan seorang anak kecil digendongannya berusaha membantu mengusap darah yang mengalir dikeningku. “Ya Allah neng, sakit ya… Sini ibu bantu bersihkan” Ucap sang Ibu sambil mengusap keningku dengan sapu tangannya. Penumpang yang lain gusar dengan keadaan yang memanas. Supir bis turun dari bis dan mencoba mengecek apa yang terjadi. Untunglah bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Tak perlu berurusan dengan polisi, tabrakan kecil itu pun dapat teratasi. Namun kepalaku masih terasa sakit meski darah mulai berhenti.
“Ya Allah… Apa kuurungkan saja niatku untuk ke Bandung? Mengapa perjalanan ini terasa sulit? Mudahkanlah aku Ya Allah…” Tak terasa, air mataku jatuh di pipi. Aku berusaha menahan rasa sakit karena tak mungkin aku kembali setelah setengah perjalanan ini. Angin menghembus lembut diiringi lantunan murottal dari headset yang kupasang ditelingaku. Tak terasa, aku tertidur.

Bersambung…


 

Instrumen

LEAF

,
 
Blogger Templates